Rabu, 21 Maret 2012

Makalah Perekonomian Indonesia di era sebelum orde baru


PEREKONOMIAN INDONESIA SEBELUM ORDE BARU

Oleh :
1.    Aprinsa Leonita                 (21211030)
2.    Deby Debora Sianipar        (21211790)
3.    Merry Cristyn Rossarya     (24211439)
4.    Nindy Kusuma E                (25211182)

Kelas : 1EB25

UNIVERSITAS GUNADARMA
2012


Kata Pengantar


Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa , yang telah mengkaruniakan segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Perekonomian Indonesia ini dengan ruang lingkup pembahasan tentang “Perekonomian Indonesia di Era sebelum orde baru”. Adapun tujuan dibuatnya tugas makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui tentang sejarah perekonomian Indonesia di orde lama.
Banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam membuat tugas makalah ini. Dengan adanya dorongan , bimbingan , dan bantuan dari semua pihak sehingga penulis mampu memyelesaikan tugas makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini , semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materi-nya. Kritik dan Saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini selanjutnya.
                                                                                                          


                                                                                                                       Penulis


Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................... i
Daftar Isi .........................................................................................................ii
Bab I. Pendahuluan .......................................................................................
Bab II. Pembahasan (Isi) ................................................................................
Bab III. Penutup (Kesimpulan) ......................................................................

Daftar Pustaka ..............................................................................................












BAB I : PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
          Setelah akhirnya pemerintah Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia , selama dekade 1950-an hingga pertengahan tahun 1965 Indonesia dilanda gejolak politik di dalam negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi. Akibatnya selama pemerintahan Orde Lama , keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk.
            Selain laju pertumbuhan ekonomi yang menurun terus sejak tahun 1958 , dari tahun ke tahun defisit saldo neraca pembayaran (BoP) dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus membesar. Selain itu selama periode Orde Lama , kegiatan produksi di sekitar sektor pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung , baik fisik maupun non-fisik seperti pendanaan dari bank. Rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat.
            Dengan demikian dapat disimpulkan , bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama (terutama) di sebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi fisik maupun non fisik selama penduduk Jepang , Perang Dunia II , dan perang revolusi , serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah) di tambah lagi dengan manajemen ekonomi makro yang sangat buruk selama rezim tersebut.
            Dilihat dari aspek politiknya selama periode Orde Lama Indonesia pernah mengalami sistem politik yang sangat demokrasi , yaitu : pada periode 1950-1959 , sebelum diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia menunjukkan bahwa system politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional. Akibat terlalu banyaknya partai politik yang ada dan semuanya ingin berkuasa , sering terjadi konflik antar partai politik. Konflik politik tersebut berkepanjangan sehingga tidak member sedikitpun kesempatan untuk membentuk suatu kabinet pemerintah yang solid untuk dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya.

B.   Rumusan masalah
1.    Bagaimana sejarah Perekonomian Indonesia di era sebelum orde baru?
2.   Apa isi Undang-Undang 1945 pasal 33?
3.    Bagaimana keadaan perekonomian pada saat itu?

C.   Tujuan
1.    Menjelaskan sejarah perekonomian Indonesia di era sebelum orde baru.
2.    Menjelaskan keadaan perekonomian pada saat pemerintahan bapak Soekarno.










BAB II : ISI
Sejarah Ekonomi Indonesia

A.    Pemerintahan Orde Lama

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian , tidak berarti dalam praktiknya Indonesia sudah bebas dari Belanda dan bisa memberi perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Hingga menjelang akhir 1940-an , Indonesia masih menghadapi dua peperangan besar dengan Belanda , yaitu pada aksi Polisi I dan II. Setelah akhirnya pemerintah Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia , selama dekade 1950-an hingga pertengahan tahun 1965 Indonesia dilanda gejolak politik di dalam negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi. Akibatnya , selama pemerintahan Orde Lama , keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk : walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun 7% selama dekade 1950-an , dan setelah itu turun drastis menjadi rata-rata per tahun hanya 1,9% atau bahkan nyaris mengalami stagflasi selama tahun 1965-1966. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%.
Selain laju pertumbuhan ekonomi yang menurun terus sejak tahun 1958 , dari tahun ke tahun defisit saldo neraca pembayaran (BoP) dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus membesar. Misalnya , APBN berdasarkan data yang dihimpun oleh Mas’oed (1989) , jumlah pendapatan pemerintah rata-rata per tahun selama periode 1955-1965 sekitar 151 juta rupiah (disebut rupiah “baru”) , sedangkan besarnya pengeluaran pemerintah rata-rata per tahun selama periode yang sama 359 juta rupiah , atau lebih dari 100 persen lebih besar dari rata-rata pendapatannya. Jika pada tahun 1955 defisitnya baru 2 juta rupiah , maka pada tahun 1965 sudah mencapai lebih dari 1 miliar rupiah. Berarti suatu kenaikan yang sangat signifikan selama jangka waktu tersebut. Jika pada tahun 1955 defisit anggarannya baru sekitar 14 persen dari jumlah pendapatan pemerintah pada tahun yang sama , maka pada tahun 1965 defisitnya sudah hampir 200 persen dari besarnya pendapatan pada tahun yang sama.
Selain itu selama periode Orde Lama , kegiatan produksi di sekitar sektor pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung , baik fisik maupun non-fisik seperti pendanaan dari bank. Rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat , mengakibatkan tingginya inflasi yang sempat mencapai lebih dari 300 persen menjelang akhir periode Orde Lama. Hal ini didasarkan data yang dihimpun oleh Arndt (1994) , indeks harga pada thun 1955 sebesar 135(1954=100) dengan jumlah uang beredar di masyarakat pada tahun yang sama tercatat sebanyak 12,20 juta rupiah , dan pada tahun 1966 indeks harga sudah mencapai di atas 150.000 dengan jumlah uang beredar di atas 5 miliar rupiah. Memang pada masa pemerintahan Soekarno , selain manajemen moneter yang buruk , banyaknya rupiah yang dicetak disebabkan oleh kebutuhan pada saat itu untuk membiayai dua peperangan , yaitu merebut Irian Barat dan pertikaian dengan Malaysia dan Inggris , di tambah lagi kebutuhan untuk membiayai penumpasan sejumlah pemberontakan di beberapa daerah di dalam negeri.
Dengan demikian dapat disimpulkan , bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama (terutama) di sebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi fisik maupun non fisik selama penduduk Jepang , Perang Dunia II , dan perang revolusi , serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah) di tambah lagi dengan manajemen ekonomi makro yang sangat buruk selama rezim tersebut. Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan sosial dalam negeri seperti ini , sangat sulit bagi pemerintah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.
Kebijakan ekonomi paling penting yang dilakukan Kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional , yang pada saat itu masih gulden dan pemotongan uang sebesar 50 persen atas semua uang kertas yang beredar pada bulan maret 1950 yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari 2,50 gulden Indonesia. Pada masa kabinet Natsir (kabinet pertama dalam negara kesatuan Republik Indonesia) , untuk pertama kalinya dirumuskan suatu perencanaan pembangunan ekonomi , yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP). RUP ini digunakan oleh kabinet berikutnya merumuskan rencana pembangunan ekonomi masa Kabinet Sukiman ,kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain : nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan system kurs berganda. Pada masa Kabinet Wilopo , langkah-langkah konkret yang di ambil untuk memulihkan perekonomian Indonesia saat itu di antaranya : untuk pertama kali memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam keuangan pemerintah (APBN) , memperketat impor , melakukan “rasionalisasi” angkatan bersenjata melalui modernisasi dan pengurangan jumlah personil , dan penghematan pengeluaran pemerintah. Pada masa Kabinet Ali I hanya dua langkah konkret yang dilakukan dalam bidang ekonomi walaupun kurang berhasil , yaitu : pembatasan impor dan kebijakan uang ketat selama Kabinet Burhanuddin. Tindakan-tindakan ekonomi penting yang dilakukan termasuk diantaranya adalah liberalisasi impor , kebijakan uang ketat untuk menekan laju uang beredar , dan penyempurnaan program benteng , mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan modal (investasi) asing masuk ke Indonesia , pemberi bantuan khusus kepada pengusaha-pengusaha pribumi , dan pembatalan (secara sepihak) Persetujuan Konferensi Meja Bundar sebagai usaha untuk menghilangkan sistem ekonomi kolonial atau menghapus dominasi perusahaan-perusahaan Belanda dalam perekonomian Indonesia.
Dilihat dari aspek politiknya selama periode Orde Lama Indonesia pernah mengalami sistem politik yang sangat demokrasi , yaitu : pada periode 1950-1959 , sebelum diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia menunjukkan bahwa system politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional. Akibat terlalu banyaknya partai politik yang ada dan semuanya ingin berkuasa , sering terjadi konflik antar partai politik. Konflik politik tersebut berkepanjangan sehingga tidak member sedikitpun kesempatan untuk membentuk suatu kabinet pemerintah yang solid untuk dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya.
Seperti yang telah diuraikan di atas , pada masa politik demokrasi itu (demokrasi parlemen) , tercatat dalam sejarah bahwa rata-rata umur setiap kabinet hanya 1 tahun saja. Waktu yang sangat pendek ini disertai dengan banyaknya keributan internal di dalam kabinet tentu tidak memberi kesempatan maupun waktu yang tenang bagi pemerintah yang berkuasa untuk memikirkan bersama masalah-masalah sosial dan ekonomi yanf ada pada saat itu apalagi untuk menyusun suatu program pembangunan dan melaksanakannya.
Selama periode 1950-an , struktur ekonomi Indonesia masih merupakan peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal/modern seperti pertambangan , distribusi , transportasi , bank , dan pertanian komersil yang memiliki konstribusi lebih besar dari pada sektor informal/tradisional terhadap output nasional atau PDB yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi ekspor. Pada umumnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing tersebut relatif lebih padat capital , dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pengusaha pribumi dan perusahaan-perusahaan asing yang berlokasi di kota-kota besar seperti : Jakarta dan Surabaya.
 Boeke(1954) menyebutkan istilah struktur ekonomi seperti yang digambarkan diatas sebagai dual societies, yaitu salah satu karakteristik utama dari negara-negara berkembang yang merupakan warisan kolonialisasi. Dualisme dalam suatu ekonomi dapat terjadi karena biasanya pada masa penjajahan pemerintahan yang bekuasa menerapkan diskriminasi dalam kebijakan-kebijakannya baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Diskriminasi sengaja diterapkan untuk membuat perbedaan dalam kesempatan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu antara penduduk asli dan orang-orang non-pribumi atau non-lokal.
Keadaan ekonomi Indonesia terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing Belanda menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan ekonomi semasa penjajahan Belanda. Ditambah lagi dengan peningkatan inflasi yang sangat tinggi pada dekade 1950-an. Pada masa pemerintahan Belanda, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, dengan tingkat inflasi yang sangat rendah dan stabil, terutama karena tingkat upah buruh dan komponen-komponen lainnya dari biaya produksi yang juga rendah, serta tingkat efisiensi yang tinggi disektor pertanian (termasuk perkebunan), dan nilai mata uang yang stabil (Alien dan Donnithorne, 1957).
Selain kondisi politik didalam negeri yang tidak mendukung, buruknya perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan orde lama juga disebabkan oleh keterbatasan akan faktor-faktor produksi, seperti orang-orang dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan pendidikan/keterampilan yang tinggi, dana (khususnya untuk membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industry), teknologi, dan kemampuan pemerintah sendiri untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Menurut pengamatan (1957a,b), sejak kabinet pertama dibentuk setelah merdeka, pemerintahan Indonesia memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan industry, unifikasi, dan rekonstruksi. Akan tetapi, akibat keterbatasan akan faktor-faktor tersebut diatas dan dipersulit lagi oleh kekacauan politik nasional pada masa itu, akhirnya pembangunan atau bahkan rekonstruksi ekonomi Indonesia setelah perang revolusi tidak pernah terlaksana dengan baik.
Buruknya kondisi perekonomian bisa dibaca dibuku karya Radius Prawiro berjudul “Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi”, yang dibahas oleh Gero (2010). Buku ini berisi tentang pengalaman pribadi Bapak Radius sewaktu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia ( waktu itu disebut Bank Sentral) untuk periode 1966-1973. Didalam buku tersebut dijelaskan, bahwa inflasi pada tahun 1966 mencapai 650 persen, rupiah terus dicetak, sementara produksi berbagai produk terus merosot. Radius menulis, seperti yang bisa dikutip dari Gero (2010:21), kebijakan “berdikari” alias berdiri atas kaki sendiri yang dikampanyekan Presiden Soekarno membuat semua impor produk pangan dan barang distop. Impor beras dilarang pada Agustus 1964, membuat kondisi persediaan pangan nasional yang sudah sulit semakin pelik. Cadangan devisa dan emas terus menipis dari 408,9 juta dollar AS (1960-1965) menjadi minus 4,5 juta dolar AS… Pendapatan perkapita dari 107 juta rakyat Indonesia, saat itu hanya 60 dolar AS. Kurs rupiah merosot dari Rp 186,67 per dolar AS (tahun 1961) menjadi Rp 14.083 per dolar AS (tahun 1965). Defisit anggaran diatas 140 persen.
Pada akhir September 1965 ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak peristiwa berdarah tersebut terjadi suatu perubahan politik yang drastis di dalam negeri , yang selanjutnya juga merubah sistem ekonomi yang dianut Indonesia pada masa Orde Lama , yaitu dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semikapitalis (kalau tidak dapat dikatakan ke sistem kapitalis sepenuhnya). Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut Undang-Undang 1945 pasal 33 menganut suatu sistem yang dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan ideologi Pancasila. Akan tetapi , dalam praktik sehari-hari pada masa pemerintahan Orde Baru dan hingga saat ini pola perekonomian nasional cenderung memihak sistem kapitalis seperti di Amerika Serikat (AS) atau negara-negara industri maju lainnya , yang Karena pelaksanaannya tidak baik mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di tanah air yang terasa saat ini semakin besar ; pertama setelah krisis ekonomi.







Bab III.Penutup

A.    Kesimpulan

Bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama (terutama) di sebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi fisik maupun non fisik selama penduduk Jepang , Perang Dunia II , dan perang revolusi , serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah) di tambah lagi dengan manajemen ekonomi makro yang sangat buruk selama rezim tersebut. Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan sosial dalam negeri seperti ini , sangat sulit bagi pemerintah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.

B.   Saran
Saran yang saya dapat berikan dalam perekonomian orde lama untuk pemerintah lebih menanggapi kasus penggelapan uang atau korupsi yang biasanya ada di orde ini, merubah infrastruktur pemerintah dan anggotanya dan sistem ekonomi yang terbuka.







Daftar Pustaka :

·       Prof.Dr.Tulus T.H. Tambunan , Kajian Teoretis dan Analisis Empiris , Galia Indonesia : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar